Kamis, 19 Juli 2018

Mengenal Detektor GC

Berbeda dengan alat analisis lainnya, detektor pada kromatografi gas pada umumnya lebih beraneka ragam. Hal ini disebabkan detektor pada GC mendeteksi aliran bahan kimia dan bukan berkas sinar seperti pada spektrofotometer.
          Zat terlarut dari kolom, berinteraksi dengan detektor. Detektor mengubah interaksi ini menjadi sinyal elektronik yang dikirim ke sistem data. Besarnya sinyal diplot terhadap waktu (dari waktu injeksi) dan kromatogram dihasilkan. Beberapa detektor merespons pelarut yang dielusi dari kolom,sementara yang lain hanya bereaksi terhadap zat terlarut dengan struktur, gugus atau atom tertentuDetektor  yang menunjukkan peningkatan respons terhadap jenis zat terlarut tertentu disebut detektor selektif.
          Sebagian besar detektor memerlukan satu atau lebih gas untuk membantu detector berfungsi dengan baik. Ada gas pembakaran, reagen, dan “Make Up” Gas. Dalam beberapa kasus, satu gas dapat digunakan untuk berbagai fungsi. Jenis gas tergantung dari masing masing detector yang digunakan. tingkat aliran untuk setiap jenis detektor bervariasi. Penting untuk mengikuti laju alir yang disarankan untuk mendapatkan sensitivitas, selektivitas dan linier yang optimal untuk detektor. Berikut beberapa detector pada instrument GC
Flame ionization detector  (FID):
Mekanisme:  
Senyawa dibakar dalam nyala udara hidrogen. Senyawa yang mengandung karbon menghasilkan ion yang tertarik pada kolektor. Ion ion yang menumbuk di kolektor diukur dan sinyal dihasilkan.
Selektivitas : Detektor ini digunakan untuk senyawa  yang memiliki ikatan C-H, menghasilkan respon yang buruk untuk  beberapa senyawa organic yang tidak memiliki hydrogen (mis: Hexacholobenzene) 

Sensitivitas: 0.1-10 ng
Rentang linier: 105-107
Gas: P
embakar - hidrogen dan udara; makeup - helium atau nitrogen
Suhu: 250-300°C, dan 400-450°C 
 (untuk analisis yang membutuhkan suhu tinggi)

NITROGEN PHOSPHORUS DETECTOR (NPD):
Mekanisme:
Senyawa dibakar di dalam plasma yang mengelilingi manik rubidium yang disuplai dengan hidrogen dan udara. Senyawa yang mengandung nitrogen dan fosfor menghasilkan ion yang tertarik pada kolektor. Ion ion  menumbuk di  kolektor diukur dan sinyal dihasilkan.

Selektivitas:
Detektor ini digunakan untuk senyawa Nitrogen dan senyawa yang mengandung fosfor
Sensitivitas: 1-10 pg
Rentang linier: 104-106
Gas: 
pembakar - hidrogen dan udara; makeup - helium
Suhu: 250-300 ° C


ELECTRON CAPTURE DETECTOR (ECD):
Mekanisme:
Elektron dipasok dari lapisan foil 63Ni sel detektor. Arus dihasilkan di dalam sel. Senyawa elektron elektron menangkap elektron yang menghasilkan reduksi arus. Jumlah reduksi arus secara tidak langsung diukur dan sinyal dihasilkan.

Selektivitas: 
detector ini digunakan untuk senyawa Halogen, nitrat dan karbonil terkonjugasi
Sensitivitas: 0,1-10 pg (senyawa halogenasi); 1-100 pg
(nitrat); 0,1-1 ng (karbonil)
Rentang linier: 103-104
Gas: 
pembakar Nitrogen atau argon / metana
Suhu: 300-400 ° C

THERMAL CONDUCTIVITY DETECTOR (TCD):
Mekanisme:
Sel detektor berisi filamen dipanaskan menggunakan arus listrikSebagai gas pembawa yang mengandung zat terlarut melewati sel, terjadi perubahan pada arus filamen. Perubahan saat ini dibandingkan dengan arus di sel referensi. Perbedaan diukur dan sinyal dihasilkan.

Selektivitas: 
detector ini digunakan untuk semua senyawa kecuali untuk gas pembawa
Sensitivitas: 5-20 ng
Rentang linier: 105-106
Gas: 
makeup - sama seperti gas pembawa
Suhu: 150-250 ° C
Flame photometric detector  (FPD):
Mekanisme:
Senyawa dibakar dalam nyala udara hidrogen. Senyawa yang mengandung belerang dan fosfor menghasilkan spesies pemancar cahaya (belerang pada 394 nm dan fosfor pada 526 nm). Filter monokromatik hanya memungkinkan satu dari panjang gelombang yang melewatinya. Sebuah tabung photomultiplier digunakan untuk mengukur jumlah cahaya dan sinyal dihasilkan. Filter yang berbeda diperlukan untuk setiap mode deteksi.

Selektivitas
            detector ini digunakan untuk senyawa yang mengandung belerang atau fosfor.
Sensitivitas            : 10-100 pg (belerang); 1-10 pg (fosfor)
Rentang linier
         : Non linier (belerang); 103-105 (fosfor)
Gas
                          : Pembakar - hidrogen dan udara; Makeup - nitrogen
Suhu
                        : 250-300 ° C

PHOTOIONIZATION DETECTOR (PID):
Mekanisme:
Senyawa yang dielusi ke dalam sel dibombardir dengan foton energi tinggi yang dipancarkan dari sebuah lampu. Senyawa dengan potensi ionisasi di bawah energi foton akan  terionisasi. Ion-ion yang dihasilkan tertarik pada elektroda, diukur, dan sinyal dihasilkan.
Selektivitas            Detektor ini digunakan tergantung pada energi lampu. Biasanya digunakan untuk aromatik dan olefin (10 lampu eV).
Sensitivitas
            : 25-50 pg (aromatik); 50-200 pg (olefin)
Rentang linier: 105-106
Gas
                          Makeup - sama seperti gas pembawa
Suhu: 200 ° C

ELECTROLYTIC CONDUCTIVITY DETECTOR  (ELCD):
Mekanisme: Senyawa dicampur dengan gas reaksi dan dilewatkan melalui tabung reaksi dengan suhu tinggi.  Pencampuran dengan pelarut menghasilakn reaksi spesifik dan melewati sel konduktivitas elektrolik. Perubahan konduktivitas elektrolisis pelarut diukur dan sinyal dihasilkan. Suhu tabung reaksi dan pelarut menentukan jenis senyawa yang terdeteksi.
Selektivitas                     Detektor ini digunakan untuk Halogen, sulfur atau senyawa yang mengandung nitrogen. Hanya satu per satu
Sensitivitas                     : 5-10 pg (halogen); 10-20 pg (S); 10-20 pg (N)
Rentang linier                 : 105-106 (halogen); 104-105 (N); 103,5-104 (S)
Gas                                  : Hidrogen (halogen dan nitrogen); udara (belerang)
Suhu                                : 800-1000 ° C (halogen), 850-925 ° C (N), 750-825 ° C (S

Kamis, 21 Juni 2018

Cara Pemeriksaan Enzim Cholinesterase

berbicara tentang ilmu memang tidak ada habisnya, salah satunya ilmu kesehatan yang sangat vital dikehidupan, maka dari itu saya mau mencoba mau berbagi tentang Cara Pemeriksaan Enzim Cholinesterase, silhkan lanjutkan

A.    Tujuan
Mengetahui cara Pemeriksaan Enzim Cholinesterase dan mengetahui aktivitas enzim Cholinesterase dalam serum yang diperiksa.

Pemeriksaan Enzim Cholinesterase


B.     Prinsip
  1. Prinsip kerja   : Pengujian darah yang mengandung enzyme cholinesterase membebaskan asam asetat dari acetyl choline sehingga akan merubah pH larutan (mixture) darah dan indicator.
  2. Prinsip Reaksi  :  Butyrylthiocholine + H2O cholinesterase     Thiocholine + butyrate thiocholine + 2 [ Fe (CN)6 ]3- + H2O          choline + 2 [ Fe (CN)6 ]4- + H2O.

C.    Dasar  Teori

Cholinesterase test adalah metode yang digunakan untuk melakukan uji keracunan pada seseorang yang terpapar (organophosphates exposed) pestisida golongan organo phosfat.
         Asetylcholinesterase (ChE) adalah enzim yang berfungsi menghidrolisis acetylcholine.Active site dari cholinesterase terdiri dari 2 sub, yaitu esteratic site dan aniotik site. Cholinesterase atau disebut enzim asetylcholinesterase adalah suatu enzim yang terdapat didalam membran sel terminal syaraf kolinergik juga pada membran lainnya, seperti dalam plasma darah, sel plasenta yang berfungsi sebagai katalis untuk menghidrolisis acetylcholine menjadi choline dan acetat. Acetylcholine adalah suatu agen yang terdapat dalam fraksi ujung syaraf dari sistem syaraf yang akan menghambat penyebaran impuls dari neuron ke post ganglionik.
          Cholinesterase disintesis didalam hati atau liver, terdapat dalam sinaps, plasma darah dan sel darah merah. Sekurang- kurangnya ada 3 jenis cholinesterase utama, yaitu enzim cholinesterase yang terdapat dalam sinaps, cholinesterase dalam plasma, dan cholinesterase dalam sel darah merah. Cholinesterse sel darah merah merupakan enzim yang ditemukan dalam sistem syaraf, sedangkan cholinesterase plasma diproduksi didalam hati. Cholinesterase dalam darah umumnya digunakan sebagai parameter keracunan pestisida, karena cara ini lebih mudah dibandingkan pengukuran cholinesterase dalam sinaps.

D.    Sampel
Sampel yang digunakan adalah darah perifer sebanyak 0.01 mL (10 mL) yang diambil pada jari (finger).

E.     Alat dan Bahan
  1. Tintometer Kit
  2. Disc Comparator
  3. Tabung Test + Karet penutup + Rak
  4. Pipet darah 0.01 mL
  5. Cuvet 2.5 mm
  6. Gelas ukur 50 mL
  7. Labu Volumetri 250 mL
  8. Beaker Glass
  9. Lancet (jarum franc)
  10. Stop watch
  11. Kompor /Heather
  12. Thermometer
  13. Reagen

Indicator Solution  =>    BTB 0.5 g dilarutkan dalam 250 mL distillated water (free CO2) – ketepatan konsentrasi cukup penting dalam pembuatan larutan indicator.
Substrate Solution   =>   Acetylcholine Per chlorate (ACP) 0.25 gram dilarutkan dalam 50 mL destilated water (free CO2) – konsentrasi tidak penting dalam pembuatan larutan namun larutan harus selalu dalam keadaan fresh (baru)
Aquadest Bebas CO2 =>  Panaskan aquadest dalam beaker glass dengan penutup kira2 10 menit dan dinginkan.

G.    Cara Kerja Analisa
1.    Reagent Test
       Digunakan untuk menguji larutan apakah masih memenuhi persyaratan atau kadaluarsa, cara menguji :
  • Ambil tabung test lengkap dengan penutupnya tempatkan pada rak yang tersedia
  • Dengan menggunakan pipet pada botol yang berlabel “indicator” tambahkan 0.5 mL indicator solution kedalam tabung test (tutup secepatnya)
  • Ambil darah perifer 0.01 mL pada control person (tdk terpapar organo phosfat) masukkan dalam tabung yang telah besisi larutan BTB (indicator) dan bilas
  • Tambahkan 0.5 mL larutan ACP kedalam tabung test
  • Kocok dengan pelan jangan sampai timbul gelembung
  • Pindahkan larutan dari tabung test ke cuvet 2.5 mm
  • Masukkan cuvet dalam Comparator Disc di sebelah kanan
  • Putar comparator sampai hasilnya cocok dengan warna standard
  • Baca hasil yang diperoleh (hasil harus 12.5% atau kurang)

2.    Blood Blank (Blanko darah)
  • Ambil darah 0.01 mL darah control person masukkan dalam tabung test yang telah berisi 1.0 mL aquadest (free CO2)
  • Pindahkan larutan kedalam cuvet 2.5 mm dan tempatkan pada comparator sebelah kiri dan jangan dipindah sampai pemeriksaan darah sample.

 3.  Menentukan waktu time Zero dan Match
  • Ambil darah control person 0.01 mL dan masukkan dalam tabung test yang sudah berisi larutan BTB 0.5 mL
  • Tambahkan larutan ACP 0.5 mL kedalam tabung dan secara bersamaan start “STOP WATCH” disebut time zerro
  • Kocok hingga larut dan secepatnya masukkan dalam cuvet dan tempatkan pada comparator sebelah kanan
  • Amati perubahan warna larutan dengan sambil memutar disc sampai hasil sesuai dengan warna standar 100%
  • Catat waktu yang diperoleh (waktu MATCH), biasanya sekitar 20-30 menit tergantung dari suhu setempat
  • Waktu yang diperoleh digunakan untuk standar waktu pembacaan pada darah “SAMPLE”

4.    Uji Sample
  • Ambil darah sample 0.01 mL masukkan dalam tabung yang telah berisi 0.5 mL larutan indicator (BTB)
  • Tambanhkan 0.5 mL larutan ACP pada tabung dan kocok hingga rata
  • Pindahkan secepatnya ke cuvet dan masukkan ke comparator sebelah kanan
  • Baca hasil sesuai waktu MATCH

H.    Analisa Hasil Pengamatan
a.     Perhitungan
Aktivitas Enzim Cholinesterase :  = (A1 – A2) + ( A2 – A3)  X  faktor

                                                                                    2

                                                              = (1,491 – 1,446) + (1,446 – 1,397)  X 68500

                                                                                                2

                                                              = 0,045 + 0,049  X  68500

                                                                             2                                       

                                                              = 3219 u/l
b. Nilai Normal
  1. Laki – laki    = 4620 – 11500 u/l
  2. Perempuan = 3990 – 10800 u/l

c. Hasil pembacaan berupa prosentase dengan kategori sebagai berikut :
  • 100%-75% dari normal    :  Tidak ada tindakan, tapi perlu test ulang dalam waktu dekat.
  • 75%-50% dari normal   : Mungkin over exposure : test ulang, hindarkan dari pekerjaan dengan pestisida organophosfat selama 2 minggu dan test ulang untuk recovery.
  • 50%-25% dari normal     : Serious over exposure : test ulang, hindarkan dari seluruh pekerjaan dengan pestisida organophosfat, jika sakit bawa ke dokter (medical check).
  • 25%-0% dari normal      : Very Serious over exposure : test ulang, hindarkan dari pekerjaan dengan pestisida organophosfat sampai ada hasil medical check.

I. Pembahasan
  1. Pada saat mencampur serum dengan reagen, harus tercampur sempurna karena akan mempengaruhi hasil pemeriksaan.
  2. Usahakan tidak ada gelembung dipermukaan cairan, karena akan mempengaruhi hasil pemeriksaan.
  3. Pegang kuvet bagian atas, bukan bagian bawah karena warna yang diabsorpsi oleh spektrofotometer adalah bagian bawah juga saat memasukkan kedalam spektrofotometer dilap dengan tissu.

J. Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilaksanakan, dapat disipulkan bahwa praktikan dapat mengetahui cara pemeriksaan aktivitas enzim Cholinesterase dan hasil pemeriksaan serum adalah 3219 u/l.

Referensi
  • Callaghan, Chris. 2007. At a Glance Sistem Ginjal. Edisi Kedua. Erlangga. Jakarta.
  • D.N. Baron, alih bahasa : P. Andrianto, J. Gunawan. 1990. Kapita Selekta Patologi Klinik, Edisi 4, EGC, Jakarta.
  • oyce Lefever Kee. 2007. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik, EGC, Jakarta.
  • http://www.ilmukesker.com/tes-cholinesterase-45.html
  • http://teknologi-profesional.blogspot.com/2013/06/cara-pemeriksaan-enzim-cholinesterase_13.html#

Rabu, 20 Juni 2018

Perbedaan antara Air Destilasi dengan Deionisasi

Perbedaan antara Air Destilasi dengan Deionisasi

Air Destilasi Vs Deionisasi

    Air keran dapat diminum, namun tidak direkomendasikan untuk penggunaan  analis laboratorium, preparasi larutan, kalibrasi peralatan atau membersihkan peralatan gelas laboratorium. Untuk  air di laboratorium, diperlukan pemurnian air terlebih dahulu. Umumnya metode pemurnian meliputi reverse osmosis (RO), distilasi, dan deionisasi.

    Sekilas tentang Distilasi dan deionisasi, keduanya sama sama menghilangkan kotoran ionik, namun destilasi dan air deionisasi (DI) tetap memiliki perbedaan antar keduanya. Mari kita lihat bagaimana penyulingan dan deionisasi bekerja, perbedaan antara keduanya, kapan Anda harus menggunakan  jenis air tersebut, dan kapan tidak perlu mengganti yang satu dengan yang lain.

Bagaimana air suling (destilat) di hasilkan?

    Air suling adalah jenis air demineralisasi yang dimurnikan dengan menggunakan teknik destilasi. Sumber air untuk teknik destilasi bisa dari air keran tapi mata air (air tanah) yang paling sering digunakan.
    Biasanya proses dari destilasi sederhana yaitu air dididihkan dan uapnya dikumpulkan kemudian dikondesasikan untuk menghasilkan air suling, dari proses destilasi tersebut sebagian besar mineral dan beberapa kotoran lainnya tertinggal, namun dalam hal  ini kemurnian sumber ait pun penting karena beberapa pengotor (misalnya organic yang mudah menguap merkuri) akan menguap bersamaan dengan air. Teknik destilasi menghilangkan garam dan partikulat

Bagaimana Proses Teknik Deionisasi ?

    Air deionisasi dihasilkan dengan mengalirkan air keran,  mata air, atau air suling melalui resin bermuatan listrik. Biasanya digunakan gabungan antara ion exchange dengan resin bermuatan positif dan negatif. Kation dan anion dalam pertukaran air dengan H + dan OH- di resin, menghasilkan H2O (air). Perlu diketahui juga Air deionisasi bersifat reaktif, sehingga sifatnya mudah berubah setelah terpapar udara. Air deionisasi memiliki pH 7 saat dihasilkan, namun begitu terpapar dengan karbon dioksida (CO2) dari udara, CO2 terlarut bereaksi untuk menghasilkan H + dan HCO3-, mendorong pH mendekati 5.6. Deionisasi tidak menghilangkan spesies molekuler (mis., Gula) atau partikel organik berkapur (kebanyakan bakteri, virus).


Destilasi vs  Deionisasi di Laboratorium

     Dengan asumsi sumber air yang digunakan adalah keran atau mata air, air suling cukup murni dapat digunakan beberapa aplikasi laboratorium, yaitu :

• membersihkan peralatan gelas
• sterilisasi peralatan
• membuat air dengan kemurnian tinggi

Untuk deionisasi, kemurnian air deionisasi tergantung pada sumber air. Air deionisasi dapat digunakan untuk:

• Aplikasi pendinginan
• otoklaf mikrobiologi
• eksperimen kimia yang melibatkan senyawa ionik
• mencuci gelas, terutama bilas terakhir
• persiapan pelarut
• baterai

Untuk air deionisasi bersifat korosif, maka air deionisasi tidak digunakan dalam situasi yang melibatkan kontak jangka panjang dengan logam.

Menggantikan air suling dengan  air deionisasi

    Pada umumnya, kita tidak ingin mengganti satu jenis air dengan air lainnya, tetapi jika Anda memiliki air deionisasi yang terbuat dari air suling yang telah diletakkan di udara terbuka, air menjadi air suling biasa. Tidak apa-apa menggunakan jenis air deionisasi sisa air distilasi ini. Atau jika Anda yakin itu tidak akan mempengaruhi hasilnya. Namun. disarankan kita mengetahui kualitas / grade air yang kita gunakan agar hasil pengujiannya tepat dan akurat.


Cara Merawat Mikroskop

Cara Merawat Mikroskop
Mikroskop kita akan lebih awet dan terjaga kualitasnya bila mengetahui  bagaimana perawatan rutin yang harus dilakukan dengan cara yang benar, tidak asal membersihkan, tapi ada trik-trik tersendiri dan ini sangat mudah. Berikut hal hal yang perlu diketahui :
  1. Penempatan mikroskop  satu hal penting yang perlu diperhatikan, pemilihan tempat yang sejuk, kering, bebas debu, uap asam dan basa sangat tepat dalam penyimpanan, selain itu penambahan  silica gel dalam kotak mikroskop membantu agar lingkungan tidak lembab, adapun untuk menghindari pertumbuhan jamur, penyimpan mikroskop dalam lemari harus diberi lampu.
  2. Bagian mikroskop non optik, terbuat dari logam atau plastik, dapat dibersihkan dengan menggunakan kain fanel, dan untuk debu yang menempel  menggunakan kuas kecil/ kuas lensa kamera.
  3. Lensa-lensa mikroskop (okuler, objektif, dan kondensor) dibersihkan dengan menggunakan tisue lensa yang diberi alkohol 70%. Hindari penggunaan  sapu tangan atau lap kain.
  4. Sisa minyak imersi pada lens objektif dapat dibersihkan dengan xilol (xylene). Pada penggunaan xilol haruslah hati-hati, jangan sampai cairan xilol menempel pada bagian mikroskop non optik, karena akan merusak cat atau merusak bahan plastik, dan juga jangan menggunakan larutan ini kebagian lensa yang lain kecuali produsennya menyatakan bahwa tindakan tersebut aman.
  5. Sebelum menyimpan mikroskop, bersihkan selalu mikroskop tersebut, terutama hapus semua minyak imersi di permukaan lensa, sehingga partikel yang halus tidak menempel dan menggumpal serta mengering. Minyak dan partikel halus pada lensa dapat mengaburkannya dan menyebabkan goresan. Hal ini menurunkan kemampuan lensa. Preparat yang tertinggal di atas meja mikroskop merupakan pertanda jelas suatukelalaian/kecerobohan.
  6. Sebelum menyimpan Anchormikroskop, meja mikroskop diatur lagi dan lensa objektif dijauhkan dari meja preparat dengan memutar alat penggeraknya ke posisi semula, kondensor diturunkan kembali, lampu dikecilkan intensitasnya lalu dimatikan (kalau mikroskop listrik).
Sumber : Diambil dari beberapa sumber.

Mikroskop

Mengenal Centrifuge

Mengenal Centrifuge

Setrifuse (Centrifuge)


    Sentrifus (centrifuge) adalah alat yang menempatkan objek dalam rotor berotasi pada sumbu tetap dan menerapkan potensi gaya tegak lurus terhadap sumbu spin (luar). Sentrifus (centrifuge) merupakan alat yang digunakan untuk memisahkan partikel-partikel objek berdasarkan perbedaan massa jenis dengan proses sedimentasi.
    Dengan penggunaan alat sentrifus (centrifuge) ini, objek yang hendak diteliti akan terbagi menjadi beberapa fase yaitu antara lain supernatant (berupa cairan) dan pellet (organel yang mengendap). Semakin cepat perputaran rotor, maka akan semakin banyak sedimentasi yang terbentuk. Tergantung objek dan perbedaan massa jenis tentunya.
    Pada dasarnya, prinsip kerja sentrifus (centrifuge) adalah melawan arah gaya tarik bumi (gravitasi) dan sedimentasi. Dengan adanya percepatan gaya sentripetal dan kekuatan gaya sentrifugal membuat objek terbentuk sedimentasi menjadi beberapa fase: supernatan dan pellet.
Partikel yang terlarut dalam objek akan terpental keluar dari pusat putaran berdasarkan pada perbedaan massa jenis. Dimana partikel yang kurang padat akan mengungsi dan pindah ke pusat. Dengan adanya percepatan radial, membuat partikel padat pada objek yang ditaruh dalammicrotube di sentrifus (centrifuge) akan mengendap.
    Lalu pada saat yang sama, partikel dengan massa jenis yang lebih besar akan bergerak keluar dari pusat putaran ke arah radial. Tenaga ini menggambarkan daya pemisah alat tersebut dengan satuan g dan dikenal sebagai Relative Centrifugal Force (RCF).

Jenis Rotor Pada Sentrifus (Centrifuge)


    Dalam sentrifus (centrifuge), setidaknya ada dua jenis rotor yaitu swing out dan angel ataufixed. Sentrifus (centrifuge) dengan rotor jenis swing out memiliki selongsong tabung yang melekat secara bebas pada rotor. Sehingga apabila rotor sentrifus (centrifuge) berotasi akan mengakibatkan selongsong bersama dengan tabung sentrifus (centrifuge) didalamnya akan berada pada posisi mendatar. Kecepatan putaran pada jenis rotor ini terbilang cukup rendah dibandingkan dengan rotor jenis angel atau fixed karena adanya gaya gesek dengan udara yang lebih besar dan menghasilkan sedimen padat dan datar.
    Berbeda dengan sentrifus (centrifuge) yang memiliki rotor jenis angel atau fixed. Pada rotor jenis ini, selongsong tabung melekat secara permanen dengan sudut kemiringan sekitar 45 derajat. Kecepatan putaran lebih cepat karena minimnya gesekan udara dibanding rotor jenis swing out. Sedimen yang terbentuk tidak terlalu padat dan memiliki permukaan yang miring sehingga partikel rentan terurai kembali saat alat berhenti atau ketika microtube dikeluarkan.

Standarisasi Penggunaan Sentrifus (Centrifuge)

  1. Dalam pemakaian sentrifus (centrifuge), sebaiknya menggunakan tabung atau microtube yang sesuai dengan anjuran pabrik sentrifuse (centrifuge). Terutama dalam pemakaian untuk jenis sentrifus berkecepatan tinggi atau microcentrifuge.
  2. Untuk sentrifus (centrifuge) yang memiliki kecepatan rotasi diatas 5000 g, maka diperlukan tabung berbahan polipropilen agar tidak pecah. Memiliki ukuran yang sesuai dan pas dengan selongsong pada sentrifus (centrifuge) atau bisa menggunakan adaptor sentrifus (centrifuge).
  3. Pastikan posisi tabung dalam selongsong sentrifus (centrifuge) seimbang dan berkedudukan saling berhadapan.
  4. Sentrifus tidak boleh dioperasikan jika belum tertutup rapat dan kedudukan tabung dalam selongsong belum seimbang.
  5. Selama sentrifugasi, keseimbangan diperlukan untuk meminimalisir terjadinya getaran. Pada saat rotor berputar, frekuensi getaran akan semakin kuat jika kedudukan tabung dalam selongsong tidak seimbang. Hal tersebut dapat mengganggu pembentukan dan sedimen yang terbentuk menjadi rentan terurai kembali. Pada tingkat lanjut, akan menyebabkan alat cepat rusak.
  6. Jangan mengisi tabung sampai penuh, setidaknya sisakan sekitar ¼ bagian. Hal ini dimaksudkan agar saat rotor berputar dengan kecepatan maksimal, tekanan volume objek dalam tabung tidak sampai mendesak tutup tabung yang dapat berakibat fatal.
  7. Setelah pemakaian sentrifus selesai, pastikan alat benar-benar berhenti. Sebaiknya Anda tidak langsung membuka tutup sentrifus. Diamkan terlebih dahulu sekitar 5 menit untuk menjaga agar tidak terkontaminasi atau terkena percikan aerosol yang terbentuk selama sentrifugasi.

Cara Membersihkan Peralatan Gelas Laboratorium

Cara Membersihkan Peralatan Gelas Laboratorium

    Cara merawat alat gelas laboratorium  yaitu dengan menjaga kebersihan peralatan-peralatan di laboratorium. Maka perlu diketahui bagaimana prosedur membersihkan peralatan gelas laboratorium secara umum atau khusus.

Dasar Membersihkan Peralatan Gelas Lab


    Biasanya lebih mudah membersihkan peralatan gelas jika langsung membersihkannya. Penggunaan detergent untuk perlatan gelas lab harus sesuai dengan peruntukannya atau jenis detergent yang berbeda dengan yang digunakan untuk mencuci piring, seperti Liquinox atau alconox.
    Sering kali, detergent dan air keran tidak diperlukan dalam hal ini, karena biasanya menggunakan suatu larutan pencuci yang khusus untuk membersikan peralatan gelas laboratorium. kemudian dibilas menggunakan air suling (bukan air keran) diikuti oleh bilasan akhir dengan air deionisasi jika perlukan.


Membersihkan Bahan Kimia Lab Umum

  • Larutan yang larut  dalam air 
Untuk larutan yang larut air ( e.x NaCl/ lar. Sukrosa ) bilas 3-4 kali menggunakan air deionisasi.
  • Larutan yang tidak larut air
    Untuk larutan yang tidak larut  dalam air (misalnya, larutan dalam heksana atau kloroform). Bilas 2-3 kali dengan etanol atau aseton, bilas 3-4 kali dengan air deionisasi, lalu simpan

  • Asam Kuat
    Asam kuat (misalnya, konsentrat HCl atau H2SO4). Di dalam lemari asam, dengan hati-hati bilas peralatan gelas air keran berlebih.Bilas 3-4 kali dengan air deionisasi.
  • Basa Kuat
    Untuk basa kuat (misalnya, 6 M NaOH atau konsentrat NH4OH). Di dalam lemari asam, dengan hati-hati bilas peralatan gelas dengan air keran berlebih. Bilas 3-4 kali dengan air deionisasi.
  • Asam Lemah
    Asam lemah (misalnya, larutan asam asetat atau pengenceran asam kuat seperti 0,1 M atau 1M HCl atau H2SO4) Cukup bilas 3-4 kali dengan air deionisasi.
  • Basa Lemah
    Basa lemah (misalnya, 0,1 M dan 1M NaOH atau NH4OH). Bilas bersih dengan air keran untuk menghilangkan dasarnya, kemudian bilas 3-4 kali dengan air deionisasi.


Mencuci peralatan gelas khusus

– Peralatan gelas yang digunakan untuk Bahan Kimia Organik    Bilas peraltan gelas dengan pelarut yang sesuai. Gunakan air deionisasi untuk isi larutan yang larut dalam air. Gunakan etanol larutan yang larut dalam etanol, dilanjutkan oleh bilasan air deionisasi. Bilas dengan pelarut lain yang diperlukan, diikuti oleh etanol dan air deionisasi. Jika gelas perlu digosok, gosok dengan sikat menggunakan air sabun panas/hangat, bilas dengan air keran, dilanjutkan oleh bilasan dengan air deionisasi.
 Buret
    Cuci dengan air sabun panas, bilas dengan air keran, kemudian bilas 3-4 kali dengan air deionisasi. Pastikan pembilasan harus bersih. Burets harus benar-benar bersih jika akan digunakan untuk praktek analisa kuantitatif.
 Pipet dan Labu Ukur
    Dalam beberapa kasus, kita mungkin perlu untuk merendam peralatan gelas ini dengan air sabun untuk satu malam. Bersihkan pipet dan labu ukur menggunakan air sabun bersuhu hangat. {eralatan gelas ini mungkin perlu digosok dengan kuas. Bilas dengan air keran diikuti oleh 3-4 kali bilasan dengan air deionisasi.

Mengeringkan atau Tidak Mengeringkan Peralatan Gelas

 Tidak Mengeringkan
    Tidak disarankan untuk mengeringkan gelas dengan tisu atau dengan tekanan udara (seperti dengan hairdryer) karena hal ini dapat menimbulkan kotoran yang dapat mencemari larutan. Biasanya kita dapat membiarkan gelas kering dengan sendirinya.
– Membilas dengan Pereaksi
    Jika air bisa mempengaruhi konsentrasi larutan akhir yang akan kita buat nantinya, bisa kita membilas peralatan gelas itu 3 kali dengan larutan tertentu .
 Mengeringkan Peralatan gelas
    Jika peralatan gelas akan digunakan segera setelah dicuci dan harus kering, bilas 2-3 kali dengan aseton. Ini akan menghilangkan air dan akan menguap dengan cepat. Meskipun bukan ide yang bagus untuk meniup udara ke dalam gelas untuk mengeringkannya, kadang-kadang kita dapat menerapkan metode vakum untuk menguapkan pelarut.




KUALITAS AIR UNTUK LABORATORIUM

"KUALITAS AIR UNTUK LABORATORIUM"
       Air merupakan hal yang penting digunakan untuk kehidupan, salah satunya dalam bidang laboratorium, air sangat berperan penting dalam menghasilkan data analisis uji yang akurat  karena salah satunya digunakan  sebagai reagen yang paling umum digunakan. Di laboratorium kualitas air adalah kunci untuk mendapatkan hasil yang diharapkan dan tidak membuat gagal penelitian atau pekerjaan laboratorium, serta sebagai perawatan dalam penggunaan alat laboratorium.
      Umumnya kita mengetahui  penggunaan air laboratorium adalah aquadest, aquabides, ataupun aquademin. Pengertian aquadest, aquabidest, aquademin sendiri adalah sebagai berikut :
  1. Aquadest (Aqua Destilata) yaitu air yang dihasilkan dari satu kali proses destilasi/penyulingan, sering disebut air murni (mengandung mineral-mineral tertentu).
  2. Aquabidest (Aqua Bidestilata) yaitu air yang dihasilkan dari proses destilasi bertingkat (2x proses destilasi). (mengandung mineral lebih sedikit dari Aquadest)
  3. Aquademin (Aqua Demineralisata) yaitu air bebas mineral baik ion positif, kesadahan ion negatif, gas halogen, belerang dll serta memenuhi persyaratan mikroorganisme tertentu.
Sedangkan, kualitas air  berbeda beda untuk laboratorium sesuai dengan peruntukan aplikasinya, misalnya jika kita menggunakan pengukuran sample dengan HPLC dan AAS maka, idealnya dibutuhkan kualitas air yang memiliki resistivitas lebih dari 18 MΩ.cm, karena jika nilai resistivitasnya lebih rendah maka keberadaan ion anorganik dalam air dapat mempengaruhi hasil pengukuran di alat HPLC dan AAS sehingga dapat terjadi kesalahan pembacaan hasil,  mengurangi usia kolom untuk  HPLC dan dalam jangka panjang dapat mempengaruhi umur dari instrument tersebut. Berikut persyaratan reagent water untuk masing masing aplikasi :


Image
Adapun spesifikasi air reagen dapat mengacu pada regulasi ASTM (American Society for Testing and Materials) D1193, ISO (International Organization for Standardization) 3696, dan CLSI-CLRW (Clinical and Laboratory Standards Institute – Clinical Laboratory Reagent Water). Berikut persyaratan standar ASTM untuk  air reagent :
Image
            Untuk memenuhi kriteria diatas, maka air kran yang masih mengandung kontaminan harus di treatment terlebih dahulu. Proses treatment dapat dilakukan dengan beberapa cara berikut: 

a) Destilasi
b) Filtrasi ( mikrofiltrasi, ultrafiltasi, dan reverse osmosis).
c) Deionisasi atau demineralisasi dengan resin penukar ion agar nilai resistivitas lebih dari1 MΩ.cm,
d) Elektrodeionisasi.
e) Mixed bed polisher yang dapat meningkatkan nilai resistivitas hingga 18 MΩ.cm
f)  Adsorpsi dengan karbon aktif untuk menurunkan konsentrasi TOC
g) Ultraviolet.

Oleh karena itu,penggunaan aquadest,aquabidest dan aqudemin belum tentu masuk dalam kategori air laboratorium yang memiliki spesifikasi kualitas yang ditentukan oleh lembaga standarisasi, maka dari itu beberapa teknik  biasanya dikombinasikan dalam satu sistem untuk menghasilkan jenis air dengan tipe atau grade yang masuk dalam standar.


Sumber : https://iqshalahuddin.wordpress.com/2016/06/17/jenis-air-laboratorium/

HAL PENTING DALAM PENGGUNAAN NERACA DIGITAL

"HAL PENTING DALAM PENGGUNAAN NERACA DIGITAL"

Neraca digital merupakan alat yang sering digunakan di laboratorium untuk menimbang bahan yang akan digunakan. Perawatan dalam penggunaan neraca digital sangat diperlukan, untuk mendapatkan data yang akurat oleh karena itu, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menggunakan timbangan digital. Yaitu sebagai berikut :

Penyimpanan neraca digital

        Dalam penggunaan neraca digital, haruslah diperhatikan tempat penyimpanannya karena akan mempengaruhi  kerja alat pada neraca digital. Hal yang harus diperhatikan sebagai berikut :
  1. Letakkan timbangan pada meja datar yang stabil, tidak ada getaran
  2. Gunakan stabilizer untuk menstabilkan tegangan masuk.
  3. Simpan neraca diposisi  yang tidak terkena sinar matahari langsung.
  4. Pastikan Suhu ruang tidak naik turun (stabil).
  5. Pastikan neraca diposisi yang tidak berada di aliran udara langsung (ex: berhadapan langsung dengan AC). 

Kebersihan neraca digital

            Kebersihan timbangan harus dicek setiap kali selesai digunakan. Bagian alat timbangan harus dibersihkan dengan menggunakan sikat, kain halus atau kertas (tissue) dan membersihkan timbangan secara keseluruhan timbangan harus dimatikan, kemudian piringan (pan) timbangan dapat diangkat dan seluruh timbangan dapat dibersihkan dengan menggunakan pembersih seperti deterjen yang lunak, campurkan air dan etanol/alkohol. Sesudah dibersihkan timbangan dihidupkan dan setelah dipanaskan, cek kembali dengan menggunakan anak timbangan.


Penggunaan neraca digital

            Cara pemakaianpun harus diperhatikan, agar neraca digital tidak mudah rusak atau eror. Berikut adalah prosedur yang harus diketahui dan dilakukan dalam mengoperasikan neraca digital sebelum hingga setelah penimbangan:

  • Keadaan neraca harus siap pakai( lakukan warming up 10-15 menit).
  • Melakukan verifikasi setiap akan menggunakan timbangan dengan menggunakan anak timbang rentangnya.
  • Neraca harus bersih (terutama piring-piring neraca).
  • Persiapan pendahuluan terhadap alat bantu penimbangan (gelembung air di waterpass tepat berada di tengah).
  • Pekerjaan penimbangan dan perhitungan hasil penimbangan.
  • Melaporkan hasil penimbangan.
  • Membersihkan kembali neraca yang telah digunakan.

 Kalibrasi internal neraca digital

             Alat ukur akan mengalami drift atau pergeseran hasil pengukuran dalam selang waktu tertentu disebabkan penggunaan dan kondisi lingkungan, atau internal alat ukur. Hal ini dapat berpengaruh terhadap inspeksi keadaan pada suatu sistem. Maka diperlukan kalibrasi. Kalibrasi yang dapat dilakukan oleh laboratorium yaitu kalibrasi in home atau internal.
Beberapa  cara menguji/ memastikan timbangan digital yang digunakan benar,yaitu :
  1. Menggunakan anak timbangan, cukup dilihat nilai maksimum timbangan dan bawalah anak timbangan dengan nilai 1/2 maksimum timbangan kemudian taruhlah di tengah pan, di atas, kiri, kanan, bawah, jika menunjukkan hasil yang sama berarti timbangan tersebut stabil. Namun, jika berbeda dan ekstrim maka timbangan bermasalah.

  1.  Atau menggunakan nilai maksimum dari kapasitas timbangan dengan menggunakan anak timbangan, taruhlah anak timbangan kapasitas maksimum di tengah pan lihat hasilnya dan bandingkan dengan nilai anak timbangan sebenarnya. Perbedaan antara nilai benar dengan nilai yang terbaca adalah koreksi. Nilai koreksi tersebut bisa menjadi acuan apakah timbangan masih valid dengan nilai range yang dipersyaratkan di berbagai literatur internasional

Video Profil Labkesda Kab Paser

ROTASI KERJA DAN PENERAPAN LINGKUNGAN KERJA YANG ERONOMIS





Rotasi Kerja Dan Penerapan Lingkungan
Kerja Yang Ergonomis

Baini Rahman
Program studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Pemintan Kesling dan K3
Universitas Lambung Mangkurat

Abstrak
            Rotasi kerja adalah proses pemindahan seseorang karyawan dari suatu pekerjaan ke pekerjaan lain yang dapat meningkatkan kemampuan karyawan dan nilai bagi organisasi tanpa adanya perubahan jabatan, pangkat maupun kompensasi. Prinsip rotasi kerja adalah memindahkan karyawan pada posisi yang tepat dan pekerjaan yang sesuai, agar semangat dan produktivitas kerjanya meningkat. Sedangkan dasar rotasi kerja landasan pelaksanan dalam pemindahan karyawan yang berdasarkan pada merit system, seniority system, dan spoiled system. Sistem rotasi yang diterapkan masih perlu ditinjau kembali aturan kebijakannya supaya sesuai dengan tujuan awal diterapkannya sistem rotasi kerja. Kesimpulan terakhir adalah terdapat faktor lain yang mempengaruhi kinerja yakni lingkungan kerja, motivasi, kesejahteraan team work, kepemimpinan.
Perancangan yang baik dapat dihasilkan dengan mengenal sifat-sifat, keterbatasan, serta kemampuan yang dimiliki manusia. Manusia berperan sentral dalam aktivitasnya yaitu sebagai perencana, perancang, pelaksana, dan pengevaluasian dalam setiap aktivitas (kerja), dan manusia sebagai sumber tenaga kerja masih dominan dalam menjalankan proses produksi terutama kegiatan yang bersifat manual .tempat kerja  kerja yang ergonomis melalui perancangan peralatan meja dan kursi. Perancangan dilakukan untuk mendapatkan waktu kerja yang optimal dalam bekerja sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerja.

Kata kunci : Rotasi Kerja,Ergonomis, Lingkungan Kerja  






1.      Pendahuluan
Lingkungan kerja sebagai salah satu komponen sistem kerja akan memberikan beban tambahan baik fisik maupun psikologi pada manusia dalam proses kerja. Suatu lingkungan kerja yang nyaman akan mendorong terciptanya gairah kerja dan efisiensi kerja. Sedangkan lingkungan kerja yang tidak nyaman, seperti panas yang cukup tinggi, pencahayaan yang kurang memenuhi syarat dan tingkat kebisingan yang sering mengganggu ketenangan bekerja merupakan kendala yang dapat mengurangi produktivitas perusahaan (Suma’mur, 1996). Kenyamanan sangat ditentukan oleh adanya keseimbangan antara faktor dalam diri manusia dengan faktor lingkungan yang mempengaruhinya. Dengan kondisi yang nyaman, membuatmanusia merasa sehat, betah melakukan aktivitas dan mampu berprestasi (Nurmianto, 2003).
Ketidaksesuaian lingkungan kerja dengan manusia yang bekerja pada
lingkungan tersebut dapat terlihat akibatnya
dalam jangka waktu tertentu. Untuk
menciptakan sebuah lingkungan yang
optimal diperlukan suatu rancangan yang
efektif, nyaman, sehat dan efisien. Kondisi
yang menghasilkan kerja yang optimal
dipengaruhi oleh lingkungan fisik, antara
lain temperatur, kelembaban, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau-bauan dan warna
Seringkali kinerja karyawan dalam suatu perusahaan / organisasi mengalami fluktuasi. Terlebih lagi jika karyawan melakukan rutinitas yang cukup padat dan monoton dalam keseharian mereka, sehingga hal tersebut menimbulkan kepenatan, kebosanan, dan bahkan kejenuhan kerja. Salahsatu alternatif dalam kondisi seperti ini yaitu dengan melakukan rotasi pekerjaan. Menurut Malayu Hasibuan, Rotasi Kerja didefinisikan sebagai suatu perubahan posisi/ jabatan/ tempat /pekerjaan yang dilakukan secara horizontal maupun vertical (promosi/demosi) di dalam suatu organisasi (Malayu, 2007).  Sehingga perlu di tinjau pengaruh rotasi kerja dan penerapan lingkungan kerja yang ergonomis terhadap kualitas kerja.

2.      Metode Penulisan
Metode penulisan artikel ilmiah ini adalah dengan literature review yakni dengan analisa dari penelitian yang sedang dilakukan terhadap topik khusus atau pertanyaan terhadap suatu bagian dari keilmuan. berisi uraian tentang teori, temuan dan bahan penelitian lain yang diperoleh dari bahan acuan untuk dijadikan landasan kegiatan penelitian. Adapun bahan yang di jadikan acuan adalah buku dan jurnal.
3.      Rotasi Kerja
Rotasi kerja adalah proses pemindahan seseorang karyawan dari suatu pekerjaan ke pekerjaan lain yang dapat meningkatkan kemampuan karyawan dan nilai bagi organisasi tanpa adanya perubahan jabatan, pangkat maupun kompensasi.
Adapun indikator yang digunakan untuk mengukur variabel rotasi kerja yaitu ;
a.  rentang waktu rotasi kerja
b. tingkat kemampuan masing-masing karyawan
c.  kemampuan menyesuaikan diri dengan tugas dan lingkungan karyawan
d. kesesuaian penempatan kerja karyawan
e.  variasi pekerjaan
Pada dasarnya rotasi kerja termasuk fungsi pengembangan karyawan, karena tujuannya adalah meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja dalam suatu organisasi antara lain :
a.     Untuk meningkatkan produktivitas kerja karyawan
b.     Untuk menciptakan keseimbangan antara tenaga kerja dengan komposisi pekerjaan atau jabatan
c.       Untuk memperluas atau menambah pengetahuan karyawan.
d.      Untuk menghilangkan rasa bosan atau jenuh terhadap pekerjaanya.
e.       Untuk memberikan perangsang agar karyawan mau berupaya meningkatkan karier yang lebih  tinggi.
f.       Untuk pelaksanaan hukuman atau sanksi atas pelanggaran-pelangaran yang dilakukanya.
g.      Untuk memberikan pengakuan dan imbalan terhadap prestasinya.
h.      Untuk alat pendorong agar semangat kerja meningkat melalui persaingan terbuka.
i.        Untuk tindakan pengamanan yang lebih baik.
j.        Untuk menyesuaikan pekerjaan dengan kondisi fisik karyawan.
k.      Untuk mengatasi perselisihan antara sesama karyawan
Prinsip rotasi kerja adalah memindahkan karyawan pada posisi yang tepat dan pekerjaan yang sesuai, agar semangat dan produktivitas kerjanya meningkat. Sedangkan dasar rotasi kerja landasan pelaksanan dalam pemindahan karyawan yang berdasarkan pada merit system, seniority system, dan spoiled system (Malayu, 2007) :
a.       Merit system adalah sistem pemindahan kerja yang didasarkan atas landasan yang bersifat ilmiah, objektif, dan sesuai hasil prestasi kerjanya
b.      Seniority system adalah system pemindahan kerja yang didasarkan atas landasan masa kerja, usia dan pengalaman kerja dari karyawan yang bersangkutan. Sistem pemindahan kerja seperti ini tidak objektif karena kecakapan karyawan yang di pindah kerjakan berdasarkan senioritas belum tentu mampu mamangku jabatan yang baru.
c.       Spoil system adalah sistem pemindahan kerja yang didasarkan atas landasan kekeluargaan. Sistem pemindahan kerja seperti ini kurang baik karena didasarkan atas pertimbangan suka dan tidak suka
(like or dislike)
Ruang lingkup rotasi kerja mencakup semua perubahan posisi /pekerjaan/tempat kerja karyawan, baik secara horizontal maupun vertikal (promosi atau demosi) yang dilakukan karena alasan personal transfer ataupun production transfer di dalam suatu organisasi. Sistem pemindahan kerja seperti ini merupakan penempatan kembali (replacement) karyawan ke posisi yang baru sehingga kemampuan dan kecakapan kerjanya semakin baik. Adapun penjelasan Rotasi Kerja secara horizontal dan vertikal antara lain (Malayu, 2007):
             a. Secara horizontal Artinya perubahan tempat atau jabatan karyawan tetapi masih
               pada jajaran yang sama di dalam organisasi itu. Rotasi Kerja horizontal yang pertama                mencakup mengenai pemindahan tempat kerja yaitu perubahan tempat kerja tetapi tanpa perubahan jabatan dikarenakan adanya rasa bosan atau tidak cocok pada suatu tempat baik karena faktor kesehatan maupun pergaulan yang kurang baik, dan yang kedua mencakup mengenai pemindahan jabatan yaitu perubahan atau penempatan pada posisi semula.
b           b. Rotasi Kerja secara vertical Artinya perubahan posisi/ jabatan /pekerjaan promosi          
               (kenaikan  jabatan) atau demosi (penurunan jabatan), sehingga kewajiban dan kekuasaannya 
                 juga berubah.
Dalam pelaksanaan rotasi kerja ada beberapa indikator yang menjadi alasan terjadinya proses pemindahan kerja yaitu atas permintaan sendiri (personal transfer) dan alih tugas produktif (production transfer)
a         a. Permintaan sendiri (personal transfer) dalah pemindahan kerja yang dilakukan atas keinginan sendiri dari karyawan yang bersangkutan dan dengan mendapatkan persetujuan pimpinan organisasi. Pemindahan kerja atas permintaan sendiri pada umumnya hanya perpindahan kepada jabatan yang peringkatnya sejajar, artinya kekuasaan dan tanggung jawab maupun besarnya balas jasa tetap sama
b.      b. Alih tugas produktif (Production transfer) Adalah pemindahan kerja yang dilakukan atas kehendak pimpinan perusahaan untuk meningkatkan produksi dengan menempatkan karyawan yang bersangkutan ke jabatan atau pekerjaan yang sesuaidengan keahlianya. Alih tugas produktif didasarkan pada hasil penilaian prestasi kerja karyawan. Karyawan yang berprestasi baik dipromosikan, sedangkan karyawan yang tidak berprestasi dan tidak disiplin didemosikan
Paul Pigors dan Charles Mayers mengemukakan dalam bukunya
Hasibuan
ada 5 macam transfer yaitu :
a.       Production transfer adalah mengalih tugaskan karyawan dari satu bagian ke bagian yang lain secara horizontal, karena bagian lain kekurangan tenaga kerja padahal produksi akan ditingkatkan. Misalnya, mengalihtugaskan dari bagian pembuatan TV ke pembuatan AC karena produki AC akan ditingkatkan.
b.      Replacement transfer adalah mengalih tugaskan karyawan yang sudah lama masa dinasnya ke jabatn lain secara horizontal untuk menggantikan karyawan yang masa dinasnya sedikit atau di berhentikan. replacement transfer terjadi karena aktivitas perusahaan di perkecil sehingga sebagian karyawan harus di berhentikan dan hanya karyawan yang mempunyai masa dinas yang lama yang akan tetap di pekerjakan.
c.       Versatility transfer adalah mengalih tugaskan karyawan ke jabatan/pekerjaan lainnya secara horizontal agar karyawan yang bersangkutan dapat melakukan
pekerjaan atau ahli dalam berbagai lapangan pekerjaan. Misalnya,
karyawan bagian produksi dialihtugaskan ke bagian pemasaran.
d.      Shift transfer adalah mengalihtugaskan karyawan yang sifatnya horizontal dari
satu regu ke regu lain sedangkan pekerjaanya tetap sama. Misalnya,
pengawasan kerja siang di rubah menjadi Shift malam
.
e.       Remedial transfer adalah mengalih tugaskan seorang karyawan kejabatan /pekejaan lain, baik pekerjaanya sama atau tidak atas permintaan karyawan yang
bersangkutan karena tidak dapat bekerja sama dengan rekanrekanya
.
Berdasarkan  hasil penelitian bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara sistem rotasi kerja dalam membantu peningkatan kinerja pustakawan di UPT Perpustakaan Universitas Diponegoro. Sistem rotasi yang diterapkan masih perlu ditinjau kembali aturan kebijakannya supaya sesuai dengan tujuan awal diterapkannya sistem rotasi kerja. Kesimpulan terakhir adalah terdapat faktor lain yang mempengaruhi kinerja pustakawan di UPT Perpustakaan Universitas Diponegoro, yaitu: motivasi, kesejahteraan, lingkungan kerja, team work, pimpinan, karakteristik dan jumlah pengunjung. (Martikasari, 2012).
Berdasarkan penelitian pada petugas kesehatan yang bekerja di rumah sakit di temukan adanya  hubungan antara shift kerja dengan kelelahan kerja  (p=0,001) pada perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung. (Vilia, F.Saftarina, & Larasati, 2014). Hasil penelitian menunjukan bahwa nilai korelasi antara variabel rotasi kerja dengan variabel kinerja pegawai adalah sebesar 0,490 pada kategori hubungan sedang, dan signifikan. Signifikan artinya korelasi ini signifikan pada level/ taraf 1%. Pada penelitian ini rotasi kerja mempengaruhi kinerja sebanyak 24,01% (Sutrisna, Zenju, & Pratidina, 2018).
Perlu ditingkatkan lagi pada dimensi pengalaman, rotasi sebaiknya dilakukan berdasarkan lamanya waktu dan pengalaman kerja, karena pengalaman pegawai akan mempengaruhi dengan hasil kerja karyawan. Serta seharusnya dalam rotasi kerja lebih disesuaikan dengan latar belakang pegawai
4.      Penerapan lingkungan kerja yang ergonomis
Berdasarkan pengertian ergonomi menurut pusat kesehatan kerja departemen kesehatan kerja RI,ergonomi yaitu ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam kaitannyadengan pekerjaan mereka Sasaran penelitian ergonomi  ialah manusia pada saat bekerja dalam lingkungan. Secara singkat dapat dikatakan bahwa ergonomi ialah penyesuaian tugas pekerjaan dengan kondisi tubuh manusia ialah untuk menurunkan stress yang akan dihadapi.
Menurut pusat kesehatan kerja departemen kesehatan RI, upaya ergonomi antara lain berupa menyesuaikan ukuran tempat kerja dengan dimensi tubuh agar tidak melelahkan, pengaturan suhu, cahaya dan kelembaban bertujuan  agar sesuai dengan kebutuhan tubuh manusia.
Definisi  lain  menyebutkan  bahwa ergonomi  adalah sebuah ilmu untuk “fitting the job to the worker”, sementara itu ILO antara lain menyatakan, sebagai ilmu terapan biologi manusia dan hubungannya dengan ilmu teknik bagi pekerja dan lingkungan kerjanya, agar mendapatkan kepuasan kerja yang maksimal selain meningkatkan produktivitasnya. Tujuan dalam penerapan ergonomi ini adalah :
a.    ergonomi fisik  berkaitan dengan anatomi tubuh manusia, anthropometri, karakteristik fisiologi dan biomekanika yang berhubungan dengan aktifitas fisik:
1)        Antropometri dan aplikasinya dalam ergonomi. Antropometri secara luas akan digunakan sebagai pertimbanganpertimbangan ergonomis dalam memerlukan interaksi manusia. Data antropometri yang berhasil diperoleh akan diaplikasikan secara luas antara lain dalam hal :
a)      Perancangan areal kerja(work station, interior mobil, dan lain- lain)
b)      Perancangan peralatan  kerja seperti mesin, equipment, perkakas (tools) dan sebagainya
c)      Perancangan lingkungan kerja fisik

Data Antropometri Penduduk Indonesia :
Dimensi
5th
50th
95th
SD
Tinggi tubuh
163.7
165
167
8.07
Tinggi mata
152.8
154
156
8.51
Tinggi bahu
135.6
137
139
7.14
Tinggi siku
101.2
103
104
5.7
Tinggi pinggul
91.67
93.3
95
5.27
Tinggi tulang ruas
70.98
72.6
74.3
5
Tinggi ujung jari
69.16
70.8
72.5
5.99
Tinggi dalam posisi duduk
79.94
81.6
83.2
5.85
Tinggi mata dalam posisi duduk
69.3
70.9
72.6
8.14

Tinggi bahu dalam posisi duduk
59.37
61
62.7
8.34
Tinggi siku dalam posisi duduk
30.19
31.8
33.5
6.21
Tebal paha
17.14
18.8
20.4
5.54
Panjang lutut
50.48
52.1
53.8
2.96
Panjang popliteal
37.34
39
40.6
4.42
Tinggi lutut
50.38
52
53.7
4.7
Tinggi popliteal
41.44
43.1
44.7
3.98
Lebar sisi bahu
42.22
43.9
45.5
7.16
Lebar bahu bagian atas
34.21
35.9
37.5
4.85
Lebar pinggul
33.96
35.6
37.3
5.43
Tebal dada
19.74
21.4
23
2.43
Tebal perut
22.9
24.6
26.2
5.84
Panjang lengan atas
32.13
33.8
35.4
4.66
Panjang lengan bawah
43.73
45.4
47
17.5
Panjang rentang tangan ke depan
67.81
69.5
71.1
18.3
Panjang bahu-genggaman tangan ke depan
57.45
59.1
60.7
9.04
Panjang kepala
16.84
18.5
20.1
7.25
Lebar kepala
14.77
16.4
18.1
3.04
Panjang tangan
16.47
18.1
19.8
3.02
Lebar tangan
10.41
12.1
13.7
3.15
Panjang kaki
22.2
23.8
25.5
3.56
Lebar kaki
7.67
9.32
11
1.61
Panjang rentangan tangan ke samping
162.5
164
166
24.3
Panjang rentangan siku
82.74
84.4
86
11.8
Tinggi genggaman tangan ke atas dalam posisi berdiri
198.4
200
202
29.2
Tinggi genggaman ke atas dalam posisi duduk
120.5
122
124
20
Panjang genggaman tangan ke depan
65.37
67
68.7
12.6








































2)        Pertimbangan desain antropometri dan faktor manusia :
a)      Setiap manusia mempunyai bentuk yang berbeda - beda, seperti : Tinggi-Pendek, Kurus-Gemuk, Tua-Muda, Normal-Cacat.
b)      Manusia mempunyai keterbatasan Fisik, Contoh: Letak tombol operasional / kontrol panel yang tidak sesuai dengan bentuk tubuh menyebabkan terjadinya sikap paksa / salah operasional.
3)      Pedoman yang mengatur ketinggian landasan kerja pada posisi duduk perlu pertimbangan sbb :
a)      Pekerjaan dilakukan pada waktu yang lama
b)      Jika memungkinkan menyediakan meja yang dapat diatur turun dan naik.
c)      Ketinggian landasan dan tidak memerlukan fleksi tulang belakang yang berlebihan
d)     Landasan kerja harus memungkinkanlengan menggantung pasa posisi rileks dari bahu, dengan lengan bawah mendekati posisi horizontal atau sedikit menurun.
Nyeri punggung adalah salah satu penyakit yang menyertai proses evolusi manusia. Terjadinya nyeri punggung salah satunya dapat disebabkan oleh posisi duduk yang salah, yang ditunjang meja dan kursi yang tidak ergonomis. Berdasarkan penelitian (Putri, 2014) disimpulkan bahwa ada hubungan antara ukuran meja dan kursi yang ergonomis dengan kenyamanan anak ketika di sekolah.
4)      Pedoman Kerja Posisi Berdiri Kerja posisi berdiri lebih  melelahkan dari pada posisi duduk dan energi yang dikeluarkan lebih banyak 10% -15% dibandingkan  posisi  duduk. Ketinggian landasan kerja posisi berdiri sbb :
a)      Pekerjaan dengan ketelitian, tinggi landasan adalah 5 - 10 cm di atas tinggi siku berdiri.
b)      Pekerjaan ringan, tinggi landasan adalah 10 - 15 cm  di bawah tinggi siku berdiri
c)      Pekerjaan dengan penekanan, tinggi landasan adalah 15 - 40 cm di bawah tinggi siku berdiri
5)        Posisi Duduk  Berdiri mempunyai keuntungan secara Biomekanis dimana tekanan pada tulang belakang dan pinggang 30% lebih rendah dibandingkan dengan posisi duduk maupun berdiri terus menerus.
6)        Tinjauan Umum Tentang Mengangkat Beban. Bermacam-macam cara dalam mengangkat beban yakni, dengan kepala, bahu, tangan, punggung dsbnya. Beban yang terlalu berat dapat menimbulkan cedera tulang punggung, jaringan otot dan persendian akibat gerakan yang berlebihan. Beban yang diangkat tidak melebihi aturan yang ditetapkan ILO sbb:
a)      Laki-laki dewasa 40 kg
b)      Wanita dewasa 15-20 kg
c)      Laki-laki (16-18 th) 15-20 kg
b.    Ergonomi kognitif berkaitan dengan proses mental manusia, termasuk di dalamnya, persepsi, ingatan, dan reaksi, sebagai akibat dari  interaksi manusia terhadap pemakaian elemen sistem.
1)      Beban Kerja : Analisis beban kerja merupakan salah satu subbagian dalam melakukan perancangan kerja Beban kerja harus dianalisa agar sesuai dengan kemampuan dari pekerja itu sendiri. Workload atau beban kerja merupakan usaha yang harus dikeluarkan oleh seseorang untuk memenuhi “permintaan” dari pekerjaan tersebut. Sedangkan Kapasitas adalah kemampuan /kapasitas manusia. Kapasitas ini dapat diukur dari kondisi fisik maupun mental seseorang.
2)      Pengambilan Keputusan : Merupakan suatu hasil atau keluaran dariproses mental atau kognitif yang membawa pada pemilihan suatu jalur tindakan di antara beberapa alternatif yang tersedia. Setiap proses pengambilan keputusan selalu menghasilkan satu pilihan final. Keluarannya bisa berupa suatu tindakan (aksi) atau suatu opini terhadap pilihan. Dihubungkan dengan ergonomi kognitif, pekerja akan berpikir terlebih dahulu untuk melakukan suatupekerjaan. Dalam mengambil suatu keputusan untuk menerima pekerjaan atau beban kerja, pekerja akan menimbang untung dan ruginya, begitu juga dengan perusahaan. Didalam memberi keputusan terhadap suatu pekerjaan, akan melihat aspek lainnya
c. Ergonomi organisasi berkaitan dengan  optimasi sistem sosioleknik, termasuk sturktur organisasi, kebijakan dan proses. Dalam ergonomi ini bisa dilihat mengenai komunikasi di dalam lingkungan pekerjaan, perancangan waktu kerja, organisasi diperusahaan yang membuat pekerja merasa nyaman dalam bekerja.
d. Ergonomi lingkungan : berkaitan dengan pencahayaan, temperatur,kebisingan, dan getaran (Kemenkes, 2016)
1)Pencahayaan. Distribusi Cahaya : pengaturan yang ideal adalah jika cahaya dapat didistribusikan              secara      merata pada keseluruhan lapangan visual. Memberikan cahaya penerangan pada suatu daerah kerja yang lebih tinggi kadar cahayanya dari pada daerah  yang mengelilinginya akan menimbulkan kelelahan mata setelah jangk  waktu tertentu.
2)      Udara Ruangan
a)   Suhu, Dua faktor yang memiliki pengaruh yang besar terhadap suhu ditempat kerja adalah sifat kerja yang dilakukan dan lamanya karyawan mengalami suhuekstreem. suhu ideal di tempat kerja.
b) Debu, kandungan debu didalam udara ruang kerja perkantoran memenuhi persyaratan kesehatan maka perlu dilakukan upaya penanggulangannya.
c)   Desain Ruang Kerja, Ruang kerja yang baik adalah ruang kerja yang  nyaman dan memenuhi persyaratan ergonomi. Desain yang baik untuk ruang kerja yang paling banyak digunakan adalah model terbuka dengan penyekat.
3)   Kebisinga, Kebisingan, dapat menyebabkan gangguan pendengaran. Kebisingan tempat kerja yang di perkenangkan 85 dB
4)      Dan lainnya
Berdasarkan penelitian ada hubungan antara sistem kerja ergonomis
untuk mengurangi tingkat kelelahan
. Kondisi pekerjaan yang kurang ergonomis akan menyebabkan kelelahan pekerja yang lebih, yang ditimbulkan dari bagian-bagian tubuh yang merasa tidak nyaman. Oleh karena itu sistem kerja yang ada perlu diperbaiki. (Husein, Kholil, & Sarsono, 2009). Begitu juga penelitian (Andriani & Subhan, 2016) dimana adanya stasiun kerja yang tidak ergonomis sehingga operator bekerja dengan gerakan-gerakan tidak efektif dan postur kerja yang tidak ergonomis. Beberapa hal yang akan dijadikan dasar dalam melakukan perancangan peralatan adalah antropometri dan persentil sebagai dasar perancangan.

5.        Penutup
Rotasi Kerja adalah suatu kegiatan ketenagakerjaan yang berhubungan dengan proses pemindahan fungsi, tanggung jawab dan status ketenagakerjaan tenaga kerja ke situasi tertentu dengan tujuan agar tenaga kerja yang bersangkutan memperoleh kepuasan kerja yang mendalam dan dapat memberikan prestasi kerja yang semaksimal mungkin kepada orgnisasi.Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat dikemukakan bahwa dengan demikian Rotasi Kerja termasuk dalam suatu system pengembangan karyawan, karena fungsinya adalah untuk meningkatkan efesiensi dan efektivitas kerja dalam organisasi. Sehingga tujuan dari suatu organisasi akan lebih mudah di capai
Kondisi pekerjaan yang kurang ergonomis akan menyebabkan kelelahan pekerja yang lebih, yang ditimbulkan dari bagian-bagian tubuh yang merasa tidak nyaman. Oleh karena itu sistem kerja yang ada perlu diperbaiki. Keterlibatan dan komitmen yang tinggi dari pihak manajemen mempunyai peran sentral dalam pelaksanaan ergonomi ini. Dengan  demikian penerapan ergomi di lingkungan  Kerja bisa mengurangi angka kesakitan dan peningkatan produktifitas karyawan.
Berdasarkan penelitian ini, terdapat hubungan antara ergonomi kerja terhadap timbulnya gangguan kesehatan akibat kerja, yang mana paling banyak adalah nyeri pinggang, nyeri lutut, dan pusing. Dari hasil pengamatan faktor ergonomi yang mempengaruhi timbulnya gangguan kesehatan berikutnya adalah perubahan posisi kerja yang sebagian besar tidak mengalami perubahan posisi meskipun terdapat waktu istirahat selama 60 menit tetapi hal tersebut masih dapat menyebabkan kelelahan dan menyebabkan gangguan kesehatan akibat kerja (Purwanti, 2012).



6.        Daftar Pustaka
Andriani, M., & Subhan. (2016). Perancangan Peralatan Secara Ergonomi Untuk Meminimalkan Kelelahan Di Pabrik Kerupuk. jurnal.umj.ac.id, 1, 1 - 10.
Husein, T., Kholil, M., & Sarsono, A. (2009). Perancangan Sistem Kerja Ergonomis Untuk Mengurangi Tingkat Kelelahan. INASEA, 9, 45 - 58.
Kemenkes. (2016). Standar Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Perkantoran. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Malayu, H. S. (2007). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.
Martikasari, S. (2012). Pengaruh Sistem Rotasi Kerja Terhadap Peningkatan Kinerja Pustakawan Di Upt Perpustakaan Universitas Diponegoro. Jurnal Ilmu Perpustakaan, 1.
Nurmianto, E. (2003). Ergonomi, Konsep Dasar dan Aplikasinya. Surabaya: Guna Widya.
Purwanti, D. (2012). Hubungan Antara Ergonomi Kerja Terhadap Timbulnya Gangguan Kesehatan Akibat Kerja Pada Pekerja Di Pg Kremboong Sidoarjo. e jurnal umm, 13 - 17.
Putri, R. S. (2014). Hubungan Ukuran Meja dan Kursi Ergonomis dengan Kenyamanan Melalui Posisi Duduk Murid Taman Kanak-kanak Dewi Sartika Surabaya. BioKultur, III, 277 - 291.
Suma’mur, P. (1996). Higene Perusahaan dan Kesehatan. Jakarta: Gunung Agung.
Sutrisna, I., Zenju, N. S., & Pratidina, G. (2018). Pengaruh Rotasi. Kerja. Terhadap. Kinerja. Pegawai Struktural Di Rsud Ciawi. Jurnal Governansi, 4, 11 - 20.
Vilia, A., F.Saftarina, & Larasati, T. (2014). Hubungan Shift Kerja dengan Kelelahan Kerja pada Perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung. Jurnal Kedokteran, 3, 18 - 25.